Romanus Tolona Giawa
Editor: P. Johannes M. Hämmerle, OFMCap
(Yayasan Pusaka Nias – Gunungsitoli, September 2023)
Abstrak
Orang Nias sering dikaitkan atau dianggap mirip dengan orang di luar etnis Nias. Ada yang mengatakan bahwa orang Nias mirip dengan orang Mentawai. Yang lain bilang bahwa orang Nias merupakan salah satu subetnis Tionghoa atau Dayak. Ada juga peneliti melihat orang Nias mirip dan bahkan berasal dari Nagaland (Burma, India) karena kesamaan budaya megalitik. Seiring perkembangan ilmu dari masa ke masa, penelusuran asal leluhur orang Nias telah dilakukan oleh beberapa peneliti/penulis. Mereka melakukannya seturut pengetahuan dan keahlian masing-masing. Ada yang mencoba dari panorama umum, dari antropologi, dari etnografi-geografi-sejarah, dari medis, dari arkeologi dan bahkan dari/dengan teologi. Prof. Ingo dan P. Johannes mencoba dari sisi tradisi lisan di Nias serta ilmu gen, khususnya DNA. Reaksi pro-kontra pun ramai di media online. Seminar temuan Mannis van Oven, yang tak jauh beda dengan Prof. Ingo dan P. Johannes, agak beruntung karena tidak di-pro-kontra-kan. Teori evolusi Darwin juga merupakan bagian dari usaha menelusuri asal-asul manusia. Pro-kontra juga terjadi di situ. Bagaimanakah dengan asal-usul leluhur orang Nias? Adakah sesuatu yang bisa dikatakan sebagai sintesis? Atau mungkinkah ada tawaran baru/lain?
Kata kunci: Asal-usul, Leluhur, Orang Nias, Penelitian DNA, Eskavasi
I. Pengantar
Siapa leluhur orang Nias? Itulah pertanyaan yang mendasar bagi orang-orang Nias dan juga dilontarkan oleh orang-orang dari luar Nias. Jawaban untuk pertanyaan ini sangat beragam.
Jawaban itu dihasilkan berdasarkan data-data dari tradisi lisan (berbagai cerita rakyat dan syair-syair tradisional), penafsiran tulisan-tulisan tentang Nias, penelaahan linguistik, studi etnografis, penggalian arkeologis serta studi multidisipliner dengan teologi. Di akhir abad ke-20 hingga awal abad ke-21, ada beberapa publikasi buku tentang Nias. Berikut ini akan dicantumkan karya-karya penting, yang dapat mewakili berbagai usaha penelusuran leluhur orang Nias:
- E.E.W.Gs. Schröder, Nias. Ethnographische, Geographische en Historische Aanteekeningen en Studien (Nias. Sebuah Catatan dan Studi Etnografis, Geografik dan Historis), Leiden: E.J. Brill, 1917.
- Faogöli Harefa, Hikajat dan Tjeritera Bangsa serta Adat Nias, Rapatfonds Residentie Tapanoeli, 1939.
- Ubald Marinus Telaumbanua, Evangelization and Niasan Culture: A Pastoral Study Towards Inculturation of Christian Faith among The People of Nias, Roma: Pontifical Salesian University, 1993 (Disertasi).
- P. Johannes M. Hämmerle: a. Asal-usul Masyarakat Nias – Sebuah Interpretasi, Gunungsitoli: Yayasan Pusaka Nias, 2001 (edisi I), 2015 (edisi II). b.150 years of Ethnological interpretation and misinterpretation on the example of Nias Island, dalam Anthropos No 108/2013, hlm. 173-204. c. Kenali Asal-Usulmu, Gunungsitoli: Yayasan Pusaka Nias, 2021.
- Uwe Hummel dan Tuhoni Telaumbanua, Cross and Adu: A Socio-historical Study on the Encounter Between Christianity and the Indigenous Culture on Nias and the Batu Islands, Indonesia (1865-1965), Utrecht University: Boekencentrum, 2007; sudah terbit juga dalam Bahasa Indonesia: SALIB DAN ADU: Studi Sejarah dan Sosial Budaya tentang Perjumpaan Kekristenan dan Kebudayaan Asli Nias dan Pulau-Pulau Batu, Indonesia (1865-1965), Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2015.
- Victor Zebua, Jejak Cerita Rakyat Nias, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Jawaban dalam bentuk buku cetak di atas tidak begitu heboh ditanggapi dalam dunia maya apalagi di dunia nyata. Yang menarik perhatian bahkan perdebatan ialah publikasi penelitian Prof. Ingo bersama P. Johannes, yang dipresentasikan di Wina (30-31 Oktober 2006) dan diunggah di situs jaringan (website) niasonline (2007). Sayang sekali, teks The Genetics of Nias – Concepts and First Data tidak nongol lagi di situs Nias Island Research Network (NIRN), yang dirujuk niasonline. Yang lebih sayang lagi ialah situs itu – jika dikunjungi melalui link yang ditampilkan di niasonline – sudah berganti nama menjadi Active Implementation Research Network (AIRN).
Pertanyaan yang baru muncul: siapa Prof. Ingo dan apa hasil penelitiannya tentang leluhur Nias? Mengapa hal itu ‘diributkan’ di website niasonline dan beberapa situs lain? Apa motif penelitian Prof. Ingo dan apa juga motif para pendebat? Berikut ini, saya mencoba menguraikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
II. Prof. Ingo dan Penelitian DNA-nya di Nias
Keahlian Prof. Ingo dan Visitasi ke Nias
Prof. Ingo Kennerknecht adalah peminat ilmu Biologi dan Kedokteran, khususnya di bidang Genetika di Institut Ilmu Genetika Universitas Münster, Jerman. Tetapi agar lebih terarah secara klinik, Prof. Ingo menekuni spesialisasi penyakit anak. Sehingga dengan demikian ia mampu menilai penyakit bawaan secara lebih baik.
Penelitian DNA/genetik dilakukan di Nias oleh Prof. Ingo pada tahun 2002-2003. Tetapi, beliau bersama istrinya sudah pernah ke Nias sebagai turis pada tahun 1978. Kultur megalit di Nias dinilainya sangat unik, dalam perjalanan keliling Indonesia selama tiga bulan waktu itu. Di situs Museum Pusaka Nias, Prof. Ingo disebut dalam dua peran: Sahabat Pendukung dan Peneliti khusus asal-usul orang Nias dari segi genetik/DNA.
Sebelum mengambil sampel darah untuk penelitian, Prof. Ingo juga mempelajari berbagai jenis cerita rakyat tentang asal-usul orang Nias. Dalam hal inilah Pastor Johannes M. Hämmerle OFMCap dari Yayasan Pusaka Nias (YPN) berperan memberi kontribusi untuk penelitian Prof. Ingo.
Ekskavasi di Tögi (Gua) Ndrawa dan Penelitian DNA
Prof. Ingo juga sudah tahu tentang empat penggalian/ekskavasi di Tögi Ndrawa (wilayah Kota Gunungsitoli) sejak 1999-2005. Satu dilakukan oleh Yusuf Ernawan dari Universitas Surabaya dan YPN tahun 1999 (Hämmerle 2001:136); dua oleh Institut Arkeologi Medan (Ketut Wiradnyana dkk. 2002; Ketut Wiradnyana 2003); dan satu oleh Forestier bersama Truman Simajuntak dan Institut Arkeologi Medan (Forestier dkk. 2005).
Penelitian arkeologis dalam pendokumentasian dan penanggalan budaya megalit dari Bonatz (2002, 2009) memang menjadi studi menarik tersendiri. Namun selain itu, penelitian arkeologis sistematis lain tentang (di) Nias tidak ada. Pemukiman orang China di Nias juga belum bisa dibuktikan secara arkeologis (baca Ingo Kennerknecht dkk., 2012:8).
Komunikasi dengan Pastor Johannes menjadi dasar yang meyakinkan terjadinya proyek penelitian asal-usul dan penyebaran masyarakat Nias. Penelitian mengerucut di bidang genotip (penelitian sampel DNA). Apakah penelitian bersifat genetis seperti ini, walaupun dengan metode yang jauh lebih sederhana, belum ada?
Dr. J.P. Kleiweg de Zwaan punya dua buku tentang Nias. Pertama ialah Anthropologische Untersuchungen über die Niasser (Studi Antropologi tentang Orang-orang Nias). [Den] Haag: Nijhoff, 1914. Kedua dengan 3 jilid ialah Die Insel Nias bei Sumatra. Untersuchungen (Pulau Nias dekat Sumatra. Investigasi), Den Haag: Nijhoff 1913-1915. Dari dua buku ini, Kleiweg de Zwaan mencoba menjawab pertanyaan tentang siapa leluhur orang Nias dengan studi antropologis, psikis dan fisik.
Pastilah masih ada studi-studi yang bertujuan memberi jawaban atas pertanyaan ‘siapa leluhur orang Nias?’. Lebih 20 tahun sebelum publikasi Kleiweg de Zwaan, seorang warga Italia telah menuliskan buku tentang Nias: Elio Modigliani, Un Viaggio a Nias, Frateli Treves Editori: Milano, 1890.
Prof. Ingo dengan ilmu genetika yang lebih maju mencoba memberi jawaban tentang ‘siapa leluhur orang Nias?’ dari sisi genotip. Menarik sekali bahwa Prof. Ingo baru melaksanakan penelitian setelah mempelajari cerita-cerita rakyat tentang asal-usul orang Nias. Penelitian ini juga dikomunikasikan dengan tenaga medis setempat (dr. Idaman Zega, Kadis Kesehatan Kabupaten Nias saat itu) serta kepada para kepala desa, melalui perantaraan P. Johannes.
DNA adalah singkatan dari Deoxyribonucleic Acid yang berarti Asam Deoksiribonukleat. DNA adalah salah satu asam nukleat yang memiliki kemampuan pewarisan sifat. Asam nukleat lainnya ialah RNA (Ribonucleic Acid) atau Asam Ribonukleat. DNA bersama dengan RNA, protein dan karbohidrat merupakan 4 makromolekul utama yang penting untuk semua kehidupan. DNA tergolong dalam ilmu gen (Genetika). Hal yang paling biasa kita tahu tentang manfaat nyata dari DNA ialah tes DNA untuk memastikan siapa ayah kandung dari seseorang.
Dalam DNA terdapat kromosom Y dan mitokondrial DNA (mtDNA). Kromosom Y adalah kromosom penentu jenis kelamin dan hanya dimiliki oleh laki-laki. Kromosom Y diturunkan (teori pewarisan sifat) oleh ayah kepada anak laki-laki. Oleh karena itu, kromosom Y dapat difungsikan untuk menyelidiki garis keturunan ayah. Sedangkan mtDNA dimiliki oleh laki-laki dan perempuan, tetapi hanya perempuan yang dapat mewariskannya kepada anak-anaknya. Maka mtDNA dapat difungsikan untuk menyelidiki garis keturunan ibu.
Prof. Ingo mengoleksi hampir 900 sampel DNA. Hal itu dituliskan dalam dua versi tulisan “The Genetics of Nias – Concepts and First Data” (9-7-2007 dan 12-7-2007). Jumlah relawan pendonor darah untuk sampel DNA ini bervariasi. P. Johannes melaporkan ke pewawancara dari niasportal pada 15 Desember 2003 (diunggah lagi 22 Februari 2007 oleh niasonline) sebanyak 785 orang pendonor dari ± 700.000 orang di Nias waktu itu. Sedangkan pada 19 Februari 2004 (dipublikasi 5 Maret 2005), Prof. Ingo membeberkan bahwa hanya 620 orang yang bersedia jadi pendonor. Entah 620, 785 maupun ‘hampir 900’, semua angka itu menekankan bahwa sampel itu sudah memadai. Pelaksanaan dan biaya pengambilan darah untuk sampel DNA tersebut lumayan mahal (500 euro per sampel).
Hasil penelitian DNA ini memuat 3 hal. Pertama, berbagai cerita rakyat diinterpretasi supaya ada rangkuman singkat. Kedua, penelitian ini memberi teori perbandingan untuk penggalian di Tögi Ndrawa. Ada indikasi dari penggalian itu bahwa 12.000 tahun lalu, gua itu telah dihuni hingga tahun 1150 Masehi. Pertanyaannya: siapa manusia pertama penghuni Tögi Ndrawa? Ernst Ludwig Denninger (1874) dan Frederic Martin Schnitger (1939) menduga bahwa asal-usul leluhur Nias berasal dari Nagaland (India, Burma). Dugaan mereka didasarkan pada budaya megalit yang sama antara orang Nias dan orang Nagaland. Penelitian di bidang DNA ini menghasilkan dugaan berbeda. Orang Nias diyakini berasal dari Taiwan dan Filipina atau setidak-tidaknya dari kepulauan Asia Tenggara.
Ketiga, penelitian ini menyajikan juga jenis dan deskripsi tentang penyakit yang diderita orang Nias. Dua versi tulisan Prof. Ingo dan P. Johannes yang berjudul “The Genetics of Nias – Concepts and First Data” mencantumkan penyakit-penyakit tersebut, sebagai berikut:
a. Perawakan pendek dan displasia tulang yang tidak proporsional dalam keluarga seperti hipoplasia bagian tengah wajah, skoliosis, membungkuknya tulang panjang, pemendekan rimpang pada lengan, ekstensi siku yang tidak lengkap, dan brachymetapodia.
b. Jempol ganda (heksadaktili) dan kaki dismorfik pada seorang ayah dan tiga anaknya menunjukkan mode pewarisan autosomal dominan.
c. Penyakit ini sangat umum terjadi pada keluarga bangsawan (Si’ulu) yang memiliki hubungan kekerabatan tinggi dan oleh karena itu disebut penyakit ‘bangsawan’.
d. Albinisme terkenal di seluruh populasi di seluruh dunia. Namun, pada populasi dengan kulit berpigmen tinggi, hal ini menarik perhatian khusus. Albinisme Okulokutaneus (OCA) ditandai dengan tidak adanya pigmen pada rambut, kulit, dan mata, dan tidak bervariasi menurut ras atau usia. Ini jelas tipe yang terdapat di Nias dan masyarakatnya menyebutnya “bela”.
e. Nevus berbulu – Nevus berbulu berpigmen raksasa (GPHN).
f. Kista celah brankial (DD Hygroma colli cysticum). Kelainan tersebut dapat berupa kista, sinus, atau fistula, istilah terakhir digunakan untuk kasus-kasus di mana terdapat komunikasi antara kulit dan faring.
g. Yang pasti berasal dari non-genetik (eksogen) adalah dermatitis kontak yang mengakibatkan atrofi progresif pada tangan kiri.
Berdasarkan studi dan penelitian di atas Prof. Ingo dan P. Johannes menyimpulkan (versi I pada hlm. 5; versi II pada hlm. 6-7):
“Data genetik molekuler yang dikumpulkan di Nias mungkin tidak hanya memberikan informasi tambahan mengenai migrasi awal manusia modern dan mengenai populasi penduduk di pulau tersebut serta penyebaran klan, namun juga mengenai kesehatan masyarakat. Deskripsi dan pemetaan mutasi penyakit endemik adalah satu hal. Poin lainnya adalah bahwa bahkan polimorfisme ‘netral’ di masa depan mungkin bermanfaat bagi prognosis kesehatan individu. Meskipun lebih dari 99% urutan DNA manusia identik di seluruh populasi, variasi dalam urutan DNA mungkin berdampak besar pada cara manusia merespons penyakit – secara individu dan/atau berdasarkan latar belakang etnis – terhadap penyakit; gangguan lingkungan seperti bakteri, virus, racun, dan bahan kimia, serta obat-obatan dan terapi lainnya.”
Tiga hal di atas juga dikembangkan dalam tulisan berikutnya oleh Prof. Ingo, P. Johannes dan Roger M. Blench dengan judul “The Peopling of Nias, from the Perspective of Oral Literature & Molecular Genetic Data” pada tahun 2012. Penelitian ini sungguh bermanfaat untuk studi perbandingan dan kesehatan masa depan di Nias. Tapi mengapa menimbulkan ‘kegaduhan’ di dunia maya, khususnya di situs niasonline?
Pro-Kontra atas Tulisan Prof. Ingo dan P. Johannes serta Temuan Mannis van Oven
Prof. Ingo bersama Pemda Kabupaten Nias dan YPN (P. Johannes) melakukan proses penelitian sejak 2002-2003. Hasil penelitian itu baru dipresentasikan pada 30-31 Oktober 2006 di Wina. Berikut ini, saya akan menyajikan dalam tabel rentetan tulisan seputar penelitian ini di media online. Dengan demikian, tulisan-tulisan ini tidak perlu lagi dicantumkan pada daftar bacaan yang dirujuk (Daftar Pustaka).
Situs niasonline |
||
Diunggah |
Judul tulisan |
Penulis & Situs |
15-01-2007 | Buku E. Fries: “Nias – Amoeata Hoelo Nono Niha” | nias – niasonline |
22-02-2007 | Tese Ilmiah Baru tentang Asal-Usul Orang Nias | nias – niasonline |
05-03-2007 | Merunut Asal-Usul Orang Nias Berdasarkan DNA/Gen | nias – niasonline |
12-03-2007 | “Orang Nias”, Tahun 1150 Masehi Masih Hidup di dalam Gua | K. Wiradnyana, nias – niasonline |
25-06-2007 | Hak Paten atas DNA Milik Siapa? | M.J. Daeli, nias – niasonline |
20-09-2007 | P. Johannes Seharusnya Tidak Bungkam | (eh) nias – niasonline |
11-10-2007 | The Genetics of Nias – Concepts and First Data | Redaksi nias – niasonline |
17-10-2007 | Prof. Dr. med. Ingo Kennerknecht Menjawab | nias – niasonline |
18-10-2007 | Wajah-wajah “Objek” Riset Genetika Prof. Dr. med. Ingo Kennerknecht Telah Ditutupi | Redaksi, nias – niasonline |
19-10-2007 | Publikasi Prof. Dr. med. Ingo Kennerknecht Semakin Mengundang Pertanyaan | Red. nias – niasonline |
19-10-2007 | No Commercial Interests and No Patents Will be Applied | (brk) nias – niasonline |
22-10-2007 | Tidak Ada Kepentingan Komersial dan Tidak Ada Hak Paten yang akan Diajukan (versi Bahasa Indonesia untuk unggahan 19-10-2007) | (brk) nias – niasonline |
29-10-2007 | Objek – Subjek yang Berharap | M.J. Daeli, nias – niasonline |
30-10-2007 | Tulisan Prof. Dr. med. Ingo Kennerknecht yang telah Direvisi | Redaksi, nias – niasonline |
13-11-2007 | Mengapa Kita Menyoroti Terus? | nias – niasonline |
06-05-2008 | Wawancara dengan Petra Gruber – Kordinator Jaringan Riset Pulau Nias | e.halawa, nias – niasonline |
11-05-2008 | Interview with Petra Gruber – Nias Island Research Network Coordinator | nias – niasonline |
19-06-2013 | Kabar Baik, DNA Manusia Dilarang Dipatenkan | EN – susuwongi niasonline |
03-09-2013 | Tentang Asal-Usul Suku Bangsa Nias – Sebuah Wawancara dengan Prof. dr. Herawati Sudoyo, PhD | (brk) nias – niasonline |
Media online lainnya | ||
27-03-2013 | Melacak Jejak Orang Nias | Kompas.com |
14-04-2013 | SEMINAR ASAL-USUL SUKU NIAS: Seminar Hasil Penelitian DNA “Ono Niha” digelar | KPZ, sopopanisioan-.blogspot.com diambil dari:
nias.bangkit.com |
15-04-2013 | Asal-Usul Orang Nias Berasal dari Taiwan | Yanuarman Gulö, news.okezone.com |
16-04-2013 | Asal-Usuk Orang Nias Ditemukan | AIK sains.kompas.com |
16-04-2013 | SEMINAR ASAL-USUL SUKU NIAS: Setelah 10 Tahun Diteliti, DNA Orang Nias Sama dengan Orang Taiwan | Anoverlis Hulu, sopopanisioan-.blogspot.com diambil dari: nias.bangkit.com |
17-04-2013 | Mannis van Oven: DNA Orang Nias Sama dengan Orang Taiwan | Ama Kristin Hilisatarö Laia, niastanoniha.-blogspot.com |
18-04-2013 | Asal-Usul Suku Nias Ditinjau dari Arkeologi – Suku Nias sudah Ada Sejak 12.000 Tahun Lalu? | Anoverlis Hulu – Sopo Panisioan
sopopanisioan-.blogspot.com diambil dari: nias.bangkit.com |
28-04-2013 | KROMOSOM NIAS MIRIP TAIWAN DAN FILIPINA 2013 | Arozisokhi Zebua, Kompasiana.com |
06-09-2013 | Gen Purba Orang Nias | Mahardika Satria Hadi/Anton William datatempo.co |
19-10-2018 | From Taiwan to Ono Niha | Mahardika Satria Hadi/Anton William, en.tempo.co |
22-09-2022 | Benarkah Orang Nias Keturunan Orang Korea? Simak Faktanya | Angela Yurmani Giawa, saluranmedia.com |
Pro-kontra berlangsung terutama di situs niasonline. Situs ini sebelumnya bernama ya’ahowu. Tulisan-tulisan pada tabel di atas kadang hanya mengunggah kembali postingan lama atau tulisan dari situs lain (misalnya dari niasportal).
Kontra (pertentangan) menyasar tiga sisi utama: etis, moral dan yuridis. Di sisi etis, makalah versi pertama Prof. Ingo dan P. Johannes itu dirasa ‘vulgar’ karena tidak memperhatikan perasaan pribadi-pribadi yang dipertontonkan kepada publik itu. Sisi moral yang dikritik ialah sejauh mana niat baik dan sekaligus kebenaran muatan makalah tersebut? Apakah konten makalah itu bisa dipertanggungjawabkan oleh para peneliti-penulis? Kontra kritis sampai pada segi ‘mencurigai’: jangan-jangan penelitian ini bertujuan untuk meraup keuntungan sepihak bagi para peneliti-penulis. Sisi yuridis yang dipertanyakan ialah sejauh mana penelitian itu sesuai dengan undang-undang yang berlaku dalam penelitian berbasis biomedis yang melibatkan manusia? Mereka meragukan keterlibatan pihak pemerintah Kabupaten Nias yang diwakili oleh dr. Idaman Zega, sebagai ‘pengontrol’ penelitian tersebut.
Prof. Ingo dan P. Johannes sudah menanggapi kontra kritis itu dengan merevisi isi dan media dalam makalah itu. Wajah-wajah dalam foto ‘disensor’ (ditutupi) seperlunya. Tetapi ketidakpuasan tetap ada. Maka tampil jugalah para pembela (yang pro), yang setuju dengan proses dan hasil penelitian tersebut. Atau setidak-tidaknya mereka memberi pendapat yang netral. Bagi yang pro, penelitian ini sangat bagus karena sudah dikomunikasikan kepada pendonor darah untuk sampel DNA dan hasilnya tidak disembunyikan. Lagi, penelitian ini tidak memberi label sebagai hasil ‘kebenaran absolut’ atau ‘tak boleh dibantah’.
Ketika diwawancarai oleh situs Ya’ahowu (niasonline) tentang keuntungan di bidang ekonomi dan hak intelektual atas temuan, Prof. Ingo jelas menjawab: “… We have declared that there are no commercial interests and that no patents will be applied.” (Kami telah menyatakan bahwa tidak ada kepentingan komersial dan bahwa tidak ada hak paten [atas hasil penelitian] yang akan diajukan). Hal ini dapat dibaca di niasonline pada unggahan 19 (versi bahasa Inggris) dan 22 (versi bahasa Indonesia) Oktober 2007.
Ketidakpuasan para pihak yang kontra berlanjut hingga mewawancarai Petra Gruber (Kordinator Jaringan Riset Pulau Nias = NIRN). Hasil wawancara itu telah dipublikasikan di niasonline pada 6 (Bahasa Indonesia) dan 11 (Bahasa Inggris) Mei 2008. Dalam wawancara itu jelas tidak ada keuntungan finansial dan hak temuan yang diincar oleh Prof. Ingo dan P. Johannes. Para pihak yang kontra menilai bahwa isi makalah Prof. Ingo dan P. Johannes tidak sesuai dengan tema “Arsitektur dan Seni di Nias” pada konferensi itu. Petra Gruber menerangkan bahwa makalah itu justru dimanfaatkan untuk mendalami pengaruh migrasi
leluhur orang Nias pada seni dan arsitektur di Nias.
Namun ketidakpuasan diarahkan secara tajam pada seseorang, yakni P. Johannes M. Hämmerle. Mereka menilai bahwa Prof. Ingo sudah menerima kritik dan memperbaiki makalah itu sesuai harapan pembaca. Kordinator NIRN juga sudah meminta maaf atas publikasi (versi pertama) yang memicu perdebatan. Pribadi yang mereka ‘tuntut’ untuk bersuara tinggallah P. Johannes. Keilmiahan karya-karyanya tentang Nias pun mulai diragukan bahkan sampai dicurigai punya ‘udang di balik batu’. Mereka mendesak P. Johannes masuk dalam gelagat perdebatan di situs tertentu. Namun sayang untuk mereka, P. Johannes tidak bisa menjadi pemuas harapan mereka.
P. Johannes bukan mengabaikan harapan itu. Beliau punya media online yang harus dikembangkan juga yakni Museumnias. Tahun 2007 itu, P. Johannes masih berjuang memulihkan kondisi YPN-MPN pasca gempa bumi 28 Maret 2005 silam. Karena beliau juga menjadi penghubung kepada para donatur, bantuan untuk masyarakat Nias juga diusahakannya. Yang paling tampak ialah rehabilitasi rumah-rumah adat di berbagai kampung di Nias. Maka tidak heran ketika saya bertanya tentang ‘pro-kontra’ tentang hal ini, beliau menjawab: “Saya tidak tahu tentang hal itu”. Jelas, beliau tidak tahu tentang keberadaan situs-situs tersebut. Pertanyaan balik kepada pengkritik itu ialah: adakah teks-teks asli pada mereka selain yang ditemukan P. Johannes? Maukah mereka mendalami dan menyajikan hasil temuan itu dalam bentuk tulisan? Bapak Victor Zebua sudah memulai. Yang lain silakan juga menuliskan.
Pro-kontra itu pun memasuki masa ‘berakhir’ sampai munculnya hasil studi Mannis van Oven tentang asal-usul leluhur orang Nias berdasarkan penelitian DNA/gen. Hasil studinya ini diseminarkan di dua tempat pada tahun 2013. 11-12 April seminar dilaksanakan di Hall Defnas Nias Selatan dan 13 April di Hall Santo Yakobus Laverna Gunungsitoli. Hasilnya sama persis dengan hasil yang telah dipublikasikan oleh Prof. Ingo dan P. Johannes pada 2006 silam itu. DNA orang Nias mirip dengan orang Taiwan dan/atau Filipina. Ada kemacetan (bottleneck) generasi antara manusia yang menghuni gua Tögi Ndrawa ± 12.000 tahun silam dengan generasi masyarakat Nias sekarang ini. Sifat dua penelitian ini pun sama: tafsiran atas temuan
yang tidak bisa dimutlakkan kebenarannya. Hanya sejauh ini, itulah hasil maksimal yang tersedia. Peneliti berikut dapat saja menemukan hal yang berbeda. Dalam dunia penelitian, semua itu wajar. Publikasi pribadi P. Johannes (buku-bukunya) dan publikasi bersamanya dengan Prof. Ingo juga bagian dari penelitian. Mereka sudah berusaha. Para ilmuwan lain/berikutnya disilakan meneliti dan menyajikan hasil temuannya.
Temuan Mannis ini tidak menuai pro-kontra. Yang muncul justru kesimpulan. Tulisan-tulisan yang muncul, misalnya, ialah “Asal-usul Orang Nias Ditemukan”, “Asal-usul Orang Nias Berasal dari Taiwan”, “Mannis van Oven: DNA Orang Nias Sama dengan Orang Taiwan”, “From Taiwan to Ono Niha”. Yang paling lain dari judul-judul tulisan itu ialah “Benarkah Orang Nias Keturunan Orang Korea? Simak Faktanya!”. Fakta yang perlu didalami ialah Bahasa Taiwan dengan Bahasa Nias tidak sama. Orang Nias di Utara (Kabupaten Nias, Kota Gunungsitoli, Kabupaten Nias Utara) dan di bagian Tengah mempunyai postur tubuh yang sedang tingginya. Di sebelah Selatan, orang-orang berperawakan lebih tinggi meskipun ada yang sama dengan orang Nias di Utara dan Tengah. Apakah semua fakta itu membuktikan teori bahwa orang Nias berleluhur multietnis?
III. Sintesis Penelitian Ilmu-ilmu tentang Leluhur Orang Nias
‘Siapa leluhur orang Nias?’ sama dengan ‘Siapa manusia pertama di dunia ini?’. Teori evolusi Charles Robert Darwin (1908-1982) pernah menggemparkan dunia. Singkatnya Darwin mengemukakan bahwa manusia sekarang ini merupakan hasil evolusi dari ‘yang belum manusia’ waktu itu. Teori Darwin ini mengusik kenyamanan para ‘ahli Taurat’, yang telah mengimani secara saleh total narasi penciptaan dalam Kitab Kejadian 1-2.
Tapi apakah teori Darwin itu telah menyelesaikan jawaban untuk pertanyaan ‘siapa leluhur manusia?’? Banyak tulisan dipublikasikan untuk mengulas teori evolusi dari Darwin. Intinya sangat sederhana: seseorang mesti berjuang untuk bertahan hidup (struggle for life). Setiap makhluk berjuang dalam seleksi alam. Rumusan singkatnya ialah hukum rimba (jungle law). Tapi teori Darwin ini menjadi tertantang, bahkan terbantahkan, melalui fakta bahwa bangsa manusia terus berbenah diri seturut zaman. Bentuk awal dari manusia – yang banyak ditafsir salah dalam memberi contoh oleh para pengajar biologi – yang diduga dari orang utan sampai kini juga tetap orang utan dan tidak berkembang menjadi manusia seperti kita. Makhluk-makhluk lain juga demikian.
‘Siapa leluhur orang Nias?’ merupakan pertanyaan yang dapat dijawab dari berbagai versi fak ilmu. Agama menjawab ‘sebagai ciptaan Allah’, ‘dari yang Ilahi’ dst. Cerita-cerita rakyat di masing-masing etnis juga memberi jawaban beragam. Kalau demikian, perlukah menghabiskan energi untuk menelusuri leluhur pertama orang Nias dan manusia? Salah satu komentar yang mesti kita renungkan dari hiruk-pikuk pro-kontra – atas berbagai publikasi tentang asal leluhur orang Nias (dan manusia) – ialah yang terpenting ialah sejauh mana kita bersolidaritas dan berkontribusi untuk memajukan taraf hidup Ono Niha (dan manusia). Penelitian apapun menjadi tinggal ‘huruf-huruf mati’ di rak-rak perpustakaan pribadi pun instansi atau konten ‘basi’ di situs-situs, jika kita hanya saling menyakiti sesama Ono Niha (manusia).
IV. Paradigma-Tawaran Baru
Hasil penelitian Prof. Ingo bersama P. Johannes dan pendalaman Mannis van Oven melalui disertasinya tentang ilmu genetika/DNA adalah salah satu paradigma-tawaran baru. Saya mengajak para pembaca untuk melihat sisi lain, semacam mengumbar paradigma-tawaran baru juga.
Saya menuturkan 3 hal besar yang membedakan beberapa klan di Nias ini. Artinya ialah masih banyak hal lain yang membedakan. Pertama, bahasa Nias bisa dikelompokkan dalam 3 jenis dengan kekayaan dialek di masing-masing wilayah öri (setara Kecamatan sekarang) bahkan banua (kampung/desa). Tiga jenis itu ialah (1) Bahasa Nias yang dituturkan dan dipahami secara umum (melalui buku-buku Liturgi/Ibadat); (2) Li Niha Raya yang dituturkan secara dominan di Nias Sebelah Selatan (Teluk Dalam dan sekitarnya); dan (3) Li Niha Ndrilo yang dituturkan di Pulau-Pulau Batu (Tello dst.). Sisi pendalaman linguistik ini saja sudah memperlihatkan bahwa leluhur orang Nias sudah meliputi teori multietnis (3 etnis ditambah orang Hinako yang disamakan dengan suku Bugis, keturunan Polem dan keturunan Tionghoa).
Kedua, dalam acara pernikahan di Nias muncul dua versi perbedaan mencolok. Di Kota Gunungsitoli dan di Kabupaten Nias Utara, pihak laki-laki melaksanakan Famözi Aramba (pemberitahuan kepada kerabat serta pemberian kewajiban kepada pihak paman dan lembaga adat oleh pihak laki-laki) baru Fa’[m]alua Falöŵa. Sementara di Nias Selatan, Nias Barat dan sebagian Besar Kabupaten Nias tidak melaksanakan (bahkan tidak mengenal) Famözi Aramba (‘pemukulan gong’ walau göndra dan faritia juga dibunyikan). Yang ada di tiga wilayah itu ialah Fangawuli Furi, yang intensi/maksudnya sama dengan Famözi Aramba plus pemberian nama baru (famatörö töi) ni’owalu (bene’ö di Utara) atau kepada kedua mempelai.
Ketiga, busana pada acara seputar kematian. Orang di sekitar Teluk Dalam, yang biasa disebut Niha Raya (sekurang-kurangnya oleh warga kampung saya), mereka memakai baju dan ikat kepala berwarna putih. Kebiasaan ini kentara dalam tradisi rumpun bangsa Tionghoa. Hal ini juga dilakukan oleh salah satu subsuku Batak, yakni orang-orang Simalungun.
Tiga hal di atas boleh didalami dari berbagai sudut pandang ilmu. Walaupun praksis berbeda, itu semua merupakan kekayaan yang kita miliki di Kepulauan Nias ini. Kemungkinan besar, publikasi berupa buku dan bentuk karya lainnya – yang sebagian telah disebutkan dalam tulisan ini (termasuk temuan Prof. Ingo, P. Johannes dan Mannis) akan sangat menolong para peneliti di masa mendatang. Setiap orang dapat menyumbangkan sesuatu, termasuk hasil penelitian, untuk kemajuan Kepulauan Nias. Mimpi akan terbentuknya Propinsi Kepulauan Nias jangan sampai lenyap atau tinggal mimpi. Ono Niha tola (Orang Nias mampu) mewujudkan mimpi itu.
Daftar Bacaan (selain yang sudah disebut dalam tulisan ini)
Darwin, Charles. The Autobiography of Charles Darwin. London: Collins-ST James’ Place, 1958.
_ _ _ _ _ _. On The Origins of Species. By Means of Natural Selection, On The Preservation of Favoured Races in The Struggle of Life. New York: D. Appleton and Company, 1959 (1961).
Kennerknecht, Ingo dkk. “The Peopling of Nias, from the Perspective of Oral Literature & Molecular Genetic Data”, dalam Mai Lin Tjoa-Bonatz dkk. (eds.), Connecting Empires and States – Selected Paper from The 13th International Conference of European Association of Southeast Asian Archaeologists, Vol. 2. Singapore: National University of Singapore, 2012.
Larson, Edward J. Evolution: The Remarkable History of A Scientific Theory. US-New York: Modern Library, 2004. Halaman yang dikutip ialah 79-111.
Susilawati dan Bachtiar, N. Biologi Dasar Terintegrasi. Pekanbaru: Kreasi Edukasi, 2018.
Download artikel di sini: