Mengidentifikasi Sosok Si’ulu Laowoziduhu

VF_18619.

Raja dari desa Orahili. Photo: Joachim von Brenner-Felsach, "Kunsthistorisches Museum Wien", Austria."

Pendahuluan

Mengawali tulisan ini, saya harus mengucapkan terimakasih kepada Marselino Fau, seorang pemerhati warisan budaya Nias yang telah menjadi teman diskusi dan karenanya telah mendorong saya untuk mencoba mengidentifikasi sosok Laowoziduhu lalu menguraikannya dalam tulisan singkat ini.

Laowoziduhu dalam sejarah Nias

Sepanjang yang dapat kita ketahui di kepulauan Nias (tempo dulu) ada belasan atau mungkin lebih, orang yang bernama Laowo diantaranya Laowoso'aya, Laowosa'amanu dan Laowosebua. Lebih jauh lagi sebutan Laowo ini ternyata tidak hanya sebatas nama pribadi namun telah menjadi salah satu nama marga khususnya dari daerah Pulau-pulau Batu. Terlepas dari keragaman nama dimaksud, tulisan ini khusus membahas satu sosok yang dikenal sebagai Laowoziduhu.

Laowo tepatnya Laowoziduhu Fau, namanya tercatat dengan tinta emas dalam lembaran sejarah Nias karena empat faktor utama. Pertama, dialah yang mendirikan banua Hilifanayama yang kemudian berganti nama menjadi Bawomataluo - kini menjadi salah satu destinasi wisata utama Nias dan oleh UNESCO dinominasikan menjadi warisan budaya dunia. Atas jasanya ini, dalam istilah lokal beliau disebut sebagai samakhoi banua. Satu sebutan eksklusif yang diberikan kepada orang tertentu saja. Kedua, jauh sebelum Hilifanayama didirikannya Laowo merupakan suksesor dari balo zi'ulu Lahelu'u yang memerintah di Orahili Fau. Oleh Laowo dan para pendahulunya, Orahili Fau menjadi daerah berpengaruh di Nias Selatan yang disegani oleh kawan dan ditakuti oleh musuh. Ketiga, Laowo adalah salah seorang pahlawan yang memimpin langsung pasukan Nias melawan Belanda yang mencoba masuk ke Nias Selatan. Di bawah kepemimpinan Laowo pasukan Nias dan sekutunya menjadi momok yang menakutkan bagi Belanda. Setidaknya empat kali Belanda dipecundangi oleh pasukan Nias sebelum akhirnya mereka berhasil masuk ke Orahili Fau, benteng terakhir Nias. Faktor keempat adalah Laowolah yang membangun omo nifolasara setelah ia dan warganya pindah di Hilifanayama. Semua kualifikasi tersebut membuat Laowo layak menjadi tokoh sejarah Nias.

Potret Laowoziduhu

Keingingan untuk mengenal seperti apa rupa tokoh sekaliber Laowoziduhu sudah lama terbersit dalam benak penulis. Penelusuran di beberapa situs internet, kunjungan beberapa kali ke Arsip Nasional Republik Indonesia dan Perpustakaan Nasional yang menyimpan banyak dokumen dan foto kuno termasuk yang dari Nias, hingga menanyakan langsung kepada keluarga ahil waris akan keberadaan foto beliau tidak membuahkan hasil. Tidak ada satupun keterangan yang memperlihatkan seperti apa sosok Laowo. Kisah hidupnya memang cukup banyak ditemukan namun bagaimana rupanya siapa yang tahu? Tidak ada - setidaknya sampai tulisan ini dibuat.

Sekalipun selama ini belum berhasil ditemukan fotonya Laowo, namun penulis sangat yakin bahwa itu pasti ada walau hanya selembar. Keyakinan itu didasari oleh, pertama semasa hidupnya beliau (    - 1902) dunia Barat telah menemukan kamera dan sejak tahun 1838 berhasil dibuat foto pertama yang menampilkan citra manusia. Kedua, orang Barat yang dulu datang ke Nias membawa serta kameranya dan memotret banyak objek di Pulau Nias termasuk orang-orangnya - foto tertua yang penulis temukan yakni dari Hilisimaetano circa 1875, dua puluh lima tahun sebelum Laowo wafat. Ketiga, umumnya objek yang jadi prioritas dipotret oleh orang-orang Barat itu adalah kaum si'ulu Nias, dan kemungkinan besar mereka pernah mengabadikan sosok Laowo yang adalah dari kalangan si'ulu. Dan keempat, bila anggota keluarganya Laowo pernah jadi objek kamera maka tidak mungkin Laowo, sang kepala keluarga tidak ikut diabadikan.

Berangkat dari keyakinan itu, penulis mencoba kembali mengidentifikasi sejumlah foto kuno Nias yang diduga merupakan foto Laowo. Foto karya Joachim von Brenner-Felsach tanggal 5 Juni 1887 yang dipublikasikan Museum für Völkerkunde Wien, dan dimuat dalam buku Hilizamofo terbitan Yayasan Pusaka Nias, menjadi titik awal bagi penulis dalam mengidentifikasi seperti apa sosoknya Laowo.

Dalam satu percakapan telepon Marselino Fau memberitahukan kepada penulis bahwa dalam buku Hilizamofo ada dimuat satu foto sejumlah pria Nias dengan keterangan: "Bangsawan tertinggi, Balo Zi'ulu, di Desa Bawomataluo. Foto: Brenner,5 Juni 1887, MfVk Wien, Fotoarchive, Nr. 18.619". Berdasarkan keterangan itu Marselino langsung menebak bahwa pria tua bermahkota, mengenakan baju kebesaran dan sejumlah aksesoris emas termasuk kumis buatan dari emas adalah Laowo, balo zi'ulu-nya Bawomataluo. Namun tebakan itu sempat terbantahkan saat dilakukan pengecekan ulang dalam situs http://www.europeana.eu/portal/record/15504/VF_18619.html yang mempublikasikan foto dimaksud. Di situ justru diberi keterangan berbeda, demikian König von Orahili (Raja Orahili). Orahili yang dimaksud pasti Orahili Fau. Sepertinya catatan dari situs internet lebih benar dan catatan editor buku Hilizamofo salah, apalagi buku itu hanya sumber sekunder sedangkan yang dari situs internet merupakan sumber primer.

Sampai di sini, sumber primer-sekunder bukanlah standar yang mutlak benar atau tidak benar keterangan yang masing-masing berikan. Dalam kasus tertentu mungkin saja sumber primer bisa salah sedangkan sumber sekunder bisa benar sekalipun ke-benar-annya itu suatu kebetulan belaka. Dan kasus itu berlaku dalam foto karya Joachim von Brenner-Felsach. Bila kita mengkonfrontir sejumlah data lama tentang sejarah Nias kita akan sampai pada satu kesimpulan sementara bahwa dalam foto dimaksud adalah benar Laowo.

Hipotesis di atas dapat dibuktikan dengan argumentasi di bawah ini.

Pertama, dalam buku P. Johannes, Pasukan Belanda di Kampung Para Penjagal dijelaskan bahwa pada tahun 1887 Brenner yang adalah bangsawan Austria pernah mengunjungi Hilifanayama. Dalam kunjungan itu sudah pasti ia bertemu dengan Laowo. Dan bisa dipastikan pula bahwa ia akan memanfaatkan moment langka itu dengan mengabadikan sosok Laowo dalam kameranya. Laowo pun tidak akan keberatan dipotret mengingat Brenner berkewarganegaraan Austria, bukan Belanda yang menjadi rival Laowo. Untuk sementara dapat disimpulkan bahwa dari salah satu foto Brenner tentulah ada foto Laowo. Bila benar demikian apakah dalam foto yang berjudul König von Orahili adalah Laowo? Jawabannya akan lebih jelas pada argumentasi berikutnya.

Kedua, bangsawan dalam foto karya Brenner tahun 1887 itu tidak mungkin balo zi'ulu Orahili Fau karena faktanya pasca serangan Belanda tahun 1863 seluruh penduduk Orahili mulai dari balo zi'ulu-nya sampai rakyat biasa tidak ada satupun yang tersisa di Orahili. Laowo telah membawa mereka eksodus dan menetap di satu bukit yang dinamakan Hilifanayama tidak jauh dari pemukiman lama. Itu berlangsung selama puluhan tahun sampai suatu ketika terjadi skisma di Hilifanayama dan sebagian warganya turun kembali ke pemukiman lama mereka, membangun Orahili baru di atas puing-puing yang dibakar Belanda. Dari keterangan itu dapat disimpulkan bahwa setidaknya sampai tahun 1887 tidak ada lagi balo zi'ulu di Orahili Fau. Di sana kepemimpinan balo zi'ulu kosong, penduduknya pun semua telah eksodus, tidak ada apapun kecuali reruntuhan. Kalau begitu apa maksud Brenner mencantumkan keterangan König von Orahili dalam foto dimaksud? Penjelasan terakhir ini akan menjawabnya dan sekaligus menegaskan siapa sebenarnya sosok dalam foto yang disebutkan sebagai König von Orahili.

Ketiga, mungkinkah Brenner melakukan kesalahan saat memberi keterangan dalam foto hasil potretnya? Mungkinkah ia salah menulis nama 'Orahili?' Seharusnya nama daerah lain yang ia cantumkan dan bukannya Orahili - sekali lagi saat itu Orahili sudah tidak ada. Kemungkinan lainnya adalah, Brenner tidak melakukan kesalahan seperti yang penulis duga. Ia benar saat memberi keterangan bahwa dalam foto tersebut adalah balo zi'ulunya Orahili yang saat itu bersama seluruh warganya telah berpindah di Hilifanayama. Bisa jadi bagi Brenner status kewargaan Orahili dan Hilifanayama adalah sama. Baginya mereka yang bermukim di Hilifanayama adalah warga Orahili dan bolo zi'ulunya adalah balo zi'ulu Orahili. Ini satu pemikiran yang dapat diterima. Dan bila itu benar maka sangat mudah menebak bahwa sosok dalam fotonya Brenner sungguh Laowo karena pada tahun 1887 beliaulah yang memerintah di Hilifanayama. Dan lagipula sejak mereka masih di Orahili Laowo telah berstatus sebagai balo zi'ulu. Sekali lagi Brenner tidak salah menyebut Laowo sebagai König von Orahili  karena memang sebelum Orahili dibakar Laowo telah menjadi balo zi'ulu Orahili. Laowo adalah balo zi'ulu Orahili dan juga balo zi'ulu Hilifanayama. Jadi menyebut beliau secara bergantian sebagai balo zi'ulu Orahili dan Hilifanayama tidaklah salah.

Penutup

Inilah hasil identifikasi penulis akan sosok Laowoziduhu Fau. Semoga hasil ini menjadi kontribusi dalam identifikasi foto-foto beliau lainnya. Dan semoga juga para pemerhati warisan budaya Nias mau dan mampu mengidentifikasi puluhan/ratusan foto Nias kuno yang tidak memiliki keterangan spesifik. Akhirnya penulis menyadari bahwa upaya identifikasi ini sangatlah sederhana penyajiannya. Butuh masukan dari berbagai pihak untuk menyempurnakannya.

Oleh: Samuel Novelman Wau