Meneruskan Pusaka Pulau Nias

Meneruskan Pusaka Pulau Nias: Dirgahayu HUT MPN Ke-16

mpnApa ikon Pulau Nias setidaknya selama satu dekade terakhir? Dulu orang hanya mengenal yang namanya tarian dan budaya lompat batu. Tetapi kemudian satu nama muncul dan disebut-sebut: Museum Pusaka Nias (MPN). MPN, tak pelak telah menyedot perhatian banyak kalangan, untuk juga tidak melewatinya setiap kali berkunjung ke Pulau Nias. Bagaimana kita menyampaikan apresiasi terhadap MPN di usianya yang tidak lagi belia itu?

Museum sesungguhnya bukanlah sebuah tempat penyimpanan dan miniatur dari budaya tertentu. Di baliknya sesungguhnya ada sebuah tanda modernisasi yang muncul. Peradaban yang modern dan beradab diisi dengan hal-hal yang menyangkut keilmuwan. Karena itu, ketika kemudian peristiwa dan bukti-bukti masa lalu direkonstruksi ulang baik secara sederhana maupun melalui pendekatan science, Pulau Nias seharusnya berbangga karena modernisasi di Pulau Nias sedang dimulai oleh MPN.

Jika mengingat bahwa masa lalu adalah bagian dari pelajaran masa kini, maka hanya orang masa kini yang telah “tercerahkan”lah yang bisa menjadikan masa lalu sebagai objek kajiannya. Pada titik inilah MPN sesungguhnya telah menjadikan masyarakat dan manusia Nias di Pulau Nias lebih modern dari suku lain yang belum memiliki museum di wilayahnya. Pendirian MPN sesungguhnya adalah upaya mencelikkan dan membukakan pengertian masyarakat Nias tentang apa artinya menjadi masyarakat modern.

Maka seharusnya warga masyarakat Pulau Nias berbangga hati. Berdirinya MPN sesungguhnya telah menghantarkan masyarakat di Pulau Nias sebagai suku dengan “masa lalu” menjadi suku (modern) yang kini mempelajari masa lalunya. Modernisasi itu setidak-tidaknya telah terwujud dengan koleksi, artefak, miniatur dan segala ornamen lainnya yang di masa lalu pernah bermakna, kini dimaknai kembali dengan keberadaan MPN.

Wajar dan pantaslah jika MPN seharusnya berdiri di atas pundak dan bahu masyarakat di Pulau Nias. MPN telah menjadikan masyarakat Nias beranjak dari kehidupan masa lalu dimana hidup seadanya dan sedemikian saja. Ketika MPN berdiri, masyarakat Nias telah berpindah wilayah menjadi masyarakat yang memulai pendekatan ilmu pengetahuan dalam dirinya.

Museum bukan hanya berarti bagi dirinya sendiri. Museum juga adalah sebuah warisan. Jika cara berpikir milenial kita miliki, maka MPN adalah sebuah wadah yang menyambung bagaimana dan mengapa masyarakat Nias di masa lalu hidup, dengan bagaimana dan mengapa masyarakat Nias di masa kini hidup, dan juga dengan bagaimana dan mengapa masyarakat Nias di masa depan hidup. Garis lurus itu menjadikan MPN memiliki peran sebagai konektor. Ambil contoh mengenai tradisi ho-ho. Amat mudah bagi kita sekarang menemukan apa artinya dan bagaimana ho-ho disampaikan oleh para leluhur. Semuanya karena di MPN kita bisa menemukan penjelasannya. Tetapi bagaimana jika kemudian generasi berikutnya 100, 200 tahun ke depan memaknai hal yang sama tanpa MPN? Jelas, akan terjadi semacam “missing link” antar generasi di Pulau Nias.

Sekarang ini peredaban modern memang penuh dengan pandangan futuristik. Manusia merencanakan untuk hidup dan tinggal di Mars. Persiapan ekspedisi ke bulan juga terus menerus dikerjakan. Manusia juga meneliti dunia lain di bawah bumi dan di bawah permukaan laut, demi sebuah penjelasan mengenai masa depan. Ipad, adalah mesin masa depan, yang lahir setelah bayangan futuristiknya dihadirkan oleh film The Matrix. Jangan-jangan, mobil James Bond 007 yang canggih dan “pintar” itu sebentar lagi akan berkeliaran di jalan-jalan di dunia.

Tetapi tidak semua persoalan masa depan bisa dijelaskan oleh peradaban sekarang. Terkadang, bahkan sering, peradaban masa depan justru didasari oleh sebuah peristiwa di masa lalu. Banyak orang bisa menciptakan jam karena di masa lalu ada peradaban yang menciptakan hal itu. Di museum-museum luar negeri, generasi sekarang sedang memikirkan bagaimana masa lalu dikerjakan, karena diketahui banyak masa depan yang bisa dibentuk untuk itu. Helikopter, salah satunya, adalah coretan tangan masa lalu yang kemudian diciptakan oleh manusia modern. Berbagai macam pengobatan adalah warisan masa lalu yang kini coba dieksploitasi kembali. Sesungguhnya, masa lalu bisa berbicara tentang masa depan, jauh lebih baik dan lebih mencengangkan.

Karena itu, MPN bukanlah simpanan benda-benda usang. Jangan-jangan di dalamnya tersimpan sebuah warisan masa lalu yang “berbicara” mengenai bagaimana sebaiknya masyarakat dan manusia Pulau Nias hidup di masa depan? Mungkin saja MPN adalah solusi dari berbagai upaya yang sekarang ini menjadi pergumulan, tentang kehidupan dan kesejahteraan masyarakat, serta berbagai upaya lainnya.

Museum di beberapa negara adalah objek kajian dan review masa lalu untuk mencoba memberikan jawaban di masa depan. Museum of London, misalnya, telah menghasilkan para peneliti-peneliti dan pemikir masa depan, berbekal hasil riset yang intensif terhadap masa lalu manusia dari seluruh penjuru dunia. Warisan mengenai masa pra-sejarah, masa sejarah, dan kemudian masa modern, dipajang di sana, dan dijadikan sebagai sebuah sumber keilmuwan yang tiada habis untuk digali. MPN, bisa saja menjadi sebuah oase ilmu pengetahuan mengenai masyarakat pulau yang bernama Pulau Nias.

Karena itulah, wajar dan pantas jika MPN harus berdiri tegar. Badai dan bah, demi sebuah komitmen pada Pulau Nias, pasti bisa dilalui. Terbukti telah menjadi inspirasi bagi banyak orang dan bagi generasi kini dan masa mendatang, adalah hadiah terbaik yang harus menyemangati MPN. Saya menyetir kalimat bijak dari George Savile: “the best way to suppose what may come, is to remember what is past.” Dirgahayu HUT MPN Ke-16.

Oleh Fotarisman Zaluchu