BUDAYA NIAS
Tarian dan Musik Nias
Tari dan musik selalu memainkan peranan penting di Nias. Pengunjung awal ke Nias menggambarkan melihat pertunjukan tari spektakuler di desa-desa dimana mereka menginap. Banyak tarian dan lagu-lagu adalah untuk acara-acara bahagia seperti pernikahan, sementara yang lain persiapan untuk perang atau ekspresi kesedihan. Ketika mayoritas penduduk Nias masuk agama Kristen, tradisi musik terus berjalan dan sebagian besar dari setiap kebaktian gereja dikhususkan untuk musik. Orang-orang Nias sekarang terkenal untuk menjadi penyanyi yang sangat berbakat dan pemusik.
Tarian tradisional
Tarian adalah bagian penting dari budaya Nias, dan ada berbagai jenis tarian untuk berbagai acara.
Fanari Moyo (Tari Elang): Tari Moyo ini biasanya ditarikan oleh para penari wanita dengan gerakan hampir mirip dengan gerakan Elang yang sedang terbang dan mengepakkan sayapnya. Tarian ini melambangkan kegigihan dan semangat burung elang dan rakyat Nias. Tari Moyo kadang-kadang ditampilkan setelah atau sebelum satu acara atau perayaan.
Maena: Tarian ini termasuk jenis tarian rakyat yang dilakukan secara bersama-sama atau masal. Kelompok-kelompok pria maupun wanita berbaris dan menari. Biasanya diawali dengan pantun yang dibawakan oleh pembawa acara. Untuk pantun yang dibawakan biasanya disesuaikan dengan tema acara. Kemudian dilanjutkan dengan syair maena (fanehe maena) yang dilantunkan semua penari sambil menari. Ini adalah tarian yang paling populer dan menyenangkan di Nias. Semua orang Nias tahu langkah-langkah untuk tarian ini.
Fatele (Tari Perang): Fatele adalah tarian perang yang terkenal dari Nias Selatan. Pada dasarnya ini adalah berlakunya kembali pertempuran, dengan banyak prajurit dengan pakaian tanda kerajaan mengambil bagian. Tarian ini mengikuti naskah tertentu dan mirip dengan pertunjukan di panggung sandiwara. Tarian ini sangat realistis dan prajurit biasanya masuk ke karakter sampai terlihat seperti pertempuran nyata akan terjadi.
Famanu - Manu (Tari Perang): Akhir tarian perang Fatele, di mana pahlawan desa mengalahkan musuh dalam perang tanding.
Ada banyak tarian yang bisa dikategorikan sebagai 'tarian sambutan' yang dilakukan di upacara-upacara untuk penyambutan pengunjung penting.
Bölihae: Ini adalah tarian pertama dalam sambutan upacara dan nyanyian dalam perjalanan menuju ke desa dan rumah tuan rumah penyelenggara pesta. Pengunjung berjalan menuju sebuah desa ditemui oleh perwakilan dari tuan rumah, sebagai sambutan awal dan juga menunjuk jalan ke pengunjung ke rumah tuan rumah. Dengan mendengar nyanyian ini di kejauhan, tuan rumah tahu bahwa pengunjung mendekati. Lebih sering dilakukan ketika ada pesta perkawinan.
Fahimba: Juga disebut tari Humba. Ini adalah tahap kedua dari sambutan upacara yang dilakukan oleh tuan rumah ketika pengunjung tiba. Tarian ini melibatkan beberapa seni sandiwara dan aspek dari tari perang. Pada awalnya, ketika tamu tiba, tidak jelas apakah pengunjung itu ramah atau penyusup. Para wanita di rombongan menempatkan diri mereka di tengah untuk menghindari perkelahian apapun. Tanggapan dari tamu terhadap tarian ini adalah dengan tarian Hiwö.
Hiwö: Tari yang dilakukan oleh pengunjung saat mereka tiba di rumah tuan rumah. Penari laki-laki memegang tangan dan menari saling serong menuju ke tuan rumah. Tarian ini melibatkan beberapa seni sandiwara dan aspek dari tari perang. Pada awalnya ketika tamu tiba, tidak jelas apakah tuan rumah itu menyambut mereka atau memperlakukan seperti mereka itu penyusup. Para wanita di rombongan menempatkan diri mereka di tengah untuk menghindari perkelahian apapun. Tanggapan dari tamu terhadap tarian ini adalah dengan tarian Himba.
Maluaya: Satu tarian sambutan lain dari Nias Selatan. Ini dipertunjukkan oleh laki-laki dan perempuan bersama-sama di tengah-tengah lapangan desa tradisional.
Mogaele: Ini adalah tarian di mana penari perempuan menawarkan sekapur sirih dari tas khusus kepada tamu penting. Hari ini tarian ini sering dilakukan ketika tamu penting seperti menteri atau pegawai pemerintah mengunjungi Nias. Tari Mogaele adalah nama tarian ini di Nias Selatan. Di Nias Utara tarian ini disebut tari Famaola gö afo.
Manaho: Ini adalah tarian untuk menyambut tamu yang unik untuk Pulau-pulau Batu, Nias Selatan.
Musik dan Alat-alat Musik Tradisional
Musik adalah merupakan bagian penting dari budaya Nias. Kebanyakan dari etnis orang Nias bisa memainkan alat musik dan banyak yang menikmati bernyanyi.
Jenis-jenis musik tradisional
Hoho: Di Telukdalam dinyanyikan oleh 5 atau 7 orang; yang memimpin ialah ere hoho. Biasanya syairnya terdiri dari perumpuan dan cerita maupun sejarah. Di Nias Utara hoho hanya dituturkan.
Hendri Hendri: Dinyanyikan pada waktu pernikahan atau pesta tradisional sebagai tanya jawab bersahut-sahutan antara tamu dan pengunjung. Lagu-lagu bisa sebagai pengantar atau komentar tentang pengunjung. Awalnya pria dan wanita bernyanyi secara terpisah, tetapi bergabung pada akhirnya. Akhirnya kelompok kecil perempuan menyanyikan bernada tinggi, lagu yang dinyanyikan pada semua pernikahan.
Maola: Lagu dari para tamu dan juga sambutan bagi para tamu oleh tuan rumah ketika ada pesta adat.
Famaola: Terutama di Nias utara. Laki-laki tuan rumah salam tamu sebelum persembahan sekapur sirih.
Mo’ere: Doa yang dinyanyikan oleh seorang iman sambil memukul tambur (fondrahi).
Gözö-gözö: Seorang bernyanyi sambil bekerja atau sambil berjalan.
Famolaya iraono: Seorang bayi digendong dan diayun dengan nyanyian sederhana (solo).
Lailö: Lagu atau nyanyian hiburan secara umum baik dalam keadaan sedih maupun gembira atau bahagia.
Böli: Nyanyian hiburan.
Ngenu-ngenu: Nyanyian untuk mengekspresikan kesedihan dan penderitaan (solo).
Böli-böli: Nyanyian hiburan untuk orang yang berduka. Dinyanyikan oleh minimal 5 orang penyanyi.
Alat musik tradisional Nias
Banyak alat-alat musik disini bisa di lihat di pameran museum. Museum juga membuat alat musik traditional Nias untuk dijual dan juga bisa melatih orang tentang cara memainkannya.
Doli-doli gahe: Biasanya dipakai di ladang, terdiri dari 4 kayu yang berbeda nadanya. Ini biasanya di tempatkan di atas lutut seorang yang sedang duduk dan dimainkan dengan menggunakan tongkat pendek. Sebuah versi yang lebih canggih dapat digunakan di mana kayu-kayu itu ditempatkan pada tempat berdiri khusus. Di selatan, alat musik ini dikenal sebagai Doli Doli Hagita.
Doli-doli haua, ~ bue: Satu batang kayu (laore, bayo, bui) kira-kira 1,3 m panjang. Bagian bawah dipahat seperti siku yang memanjang. Ujung yang satu digantung dengan tali seperti bue, ujung lain dipegang, diputar-putar dan dipukul, sehingga menghasilkan 3 nada. Memainkan alat musik ini mengingatkan nasehat "Möli-möli" dari orang tua.
Lagia: Alat musik dengan satu tali yang digesek. Musik ini di bunyikan sambil bernyanyi dengan tujuan untuk menyampaikan keluh kesah si pemain.
Raba (Tello): Di tempurung kelapa dipasang satu tangkai kayu dengan 1 tali. Alat musik gesek.
Göndra: Gendang yang gemuk yang dipasang kulit sebelah-menyebelah. Ini sering dimainkan pada awal upacara, seperti pernikahan dan kedatangan tamu penting. Ini dimainkan dengan dua batang bambu.
Rafa’i: Gendang yang didudukkan di atas tanah ketika dibunyikan.
Tamburu: Gendang kecil yang dipasangin kulit sebelah-menyebelah. Sering dimainkan di pesta pernikahan.
Fondrahi: Tambur panjang, biasanya dibunyikan oleh imam dulu. Ini dipegang di bawah lengan saat bermain. Hampir sama dengan gendang "Tutu" tetapi sedikit lebih kecil.
Tutu: Bedug yang lebih panjang, l/k 1 m; kulit dipasang hanya sebelah. Bedug ini terutama digunakan di Nias Selatan di upacara keagamaan. Ini dipasang di atap rumah dan dimainkan dengan tangan. Hampir sama dengan gendang "Fondrahi" tetapi sedikit lebih besar.
Tamburana: Bedug yang paling panjang, l/k 3 m; hanya di rumah bangsawan.
Sigu lewuö: Serunai [surune] dari bambu
Riri-riri lewuö (Gomo): Riwi-riwi lewuö di Nias Utara. Alat dari bambu yang ditiup.
Fifi Wofo: Alat sederhana yang ditiupkan untuk meniru suara burung (juga dikenal sebagai ufu-ufu). Ini digunakan oleh pemburu untuk menangkap burung. Ini bisa dibuat secara sangat cepat dengan memotong sempalan dari bambu atau kayu lain yang sejenis.
Tutuhao/Tutuhaena: Dibuat cukup artistik dari ruas bambu menghasilkan dan dapat menggantikan bunyi tiga alat musik: Aramba, Göndra dan Faritia. Unik untuk Nias, tidak ditemukan di tempat lain.
Duri gahe: Juga disebut duri mbalö duhi. 2 batang bambu dipukuli pada lutut.
Tamburu danö: Digali satu lobang dalam tanah yang ditutupi dengan mowa wino; di sebelah atas dipasang tali dari wewe iti-iti (ici-ici).
Riti-riti sole: Tempurung kelapa dengan biji-bijian di dalam; digoyangkan.
Tabolia: Dari bambu kuat, dari lewuöguru. Alat untuk memanggil orang.
Koko-koko, kato-kato: Dari kayu manawa danö atau bayo. Alat untuk memanggil warga jika ada peristiwa.
Alat-alat musik baru
Faritia: Canang, biasanya harus dua ketika dibunyikan, dengan nada yang berbeda; dipakai pada pesta perkawinan.
Aramba: Gong besar; dipakai pada perkawinan dan pada pesta-pesta lain.
Mage-mage/Koroco: Keroncong, seperti mini gitar. Sangat populer dengan pemuda-pemuda. Ini adalah alat musik yang paling biasa di Nias.
Ndruri mbewe: Dari besi; dibunyikan di depan mulut yang terbuka; mungkin dibawa ke Nias oleh para misionaris.
Ndruri weto: Mungkin meniru Duri mbewe; bahan dari pohon Feto.
Alat-alat musik yang paling baru
Feta batu: Diciptakan di desa Bawömataluo oleh Hikayat Manaö. Diinspirasi oleh wartawan KOMPAS sehingga muncul konser Megalitikum Kuontum. Jenis musik ini sebelumnya TIDAK secara tradisional dimainkan di Nias.
MUSIK NIAS
Sumatra d'hier et d'aujourd'hui – Claude Jannel (Musik dari Sumatera termasuk Nias).
1980 Le Monde en Musique.
Music of Indonesia, Vol. 4: Music of Nias and North Sumatra
1992 Smithsonian Folkways Recordings.
Tersedia online disini
Nias: Epic songs and instrumental music
1995 PAN Records. Tersedia online disini
Musik Tradisional Nias Hoho Hilinawalö Fau
Museum Pusaka Nias, 2007
Alat alat musik untuk di jual
Alat musik berikut adalah untuk dijual di museum. Kebanyakan dari mereka dibuat di museum oleh staf kami, yang lain dibuat oleh pengrajin di masyarakat.
Doli-Doli Hagita/Gahe Rp 650.000
Doli-Doli Haua Rp 150.000
Lagia Rp 650.000
Raba Rp 75.000
Göndra Rp 2.400.000
Rafa'i Rp 1.200.000
Tamburu Rp 500.000
Fondrahi Rp 1.500.000
Tutu Rp 1.500.000
Sigu Lewuö Rp 150.000
Ri-ri Lewuö Rp 50.000
Tutu Hao Rp 300.000
Duri Gahe Rp 120.000
Riti-riti Sole Rp 300.000
Tabolia Rp 300.000
Koko/Kato-kato Rp 300.000
Faritia Rp 1.500.000
Aramba Rp 2.600.000
Mage-mage/Koroco Rp 300.000
Ndruri Mbewe Rp 350.000
Ndruri Weto Rp 175.000