Sejarah Nias

Sejarah Awal   

Tidak diketahui persis ketika orang pertama kali datang ke Nias. Tetapi diketahui bahwa ada satu atau beberapa suku lain yang menghuni Nias sebelum kelompok etnis yang ada saat ini (Ono Niha) menetap di pulau sekitar 700 tahun yang lalu. Ini disebutkan dalam tradisi lisan dan didukung oleh bukti-bukti arkeologi.  

sejarah_nias_museum_pusaka_nias_2b

Gua Tögindrawa dekat kota Gunungsitoli.

Pada bulan Agustus 1999 ekskavasi pertama dimulai oleh Museum Pusaka Nias yang bekerjasama dengan Universitas Airlangga di Gua Tögi Ndrawa (Gua Orang Asing), sebuah gua besar yang berjarak 4 km dari Gunungsitoli dan 130 m di atas permukaan laut. Sisa-sisa dan alat-alat yang ditemukan, menunjukkan bahwa itu dihuni lebih dari 12.000 tahun yang lalu. Ekskavasi berikutnya oleh Balai Arkeologi Medan (Lihat: Ketut Wiradnyana dkk. 2002. Gua Tögi Ndrawa, Hunian Mesolitik di Pulau Nias) menyimpulkan bahwa gua itu berpenghuni oleh manusia sampai 700 tahun yang lalu..

150 M ke 700 M

sejarah_nias_museum_pusaka_nias_3

Ptolemy, penulis Yunani adalah salah satu orang pertama yang menulis tentang Nias.

Pulau Nias berada dekat salah satu jalan lintas utama Asia Tenggara dan memiliki sejarah panjang berinteraksi dan perdagangan dengan budaya lain. Dalam tulisan awal Cina, Yunani dan Arab, Sumatera dan daerah sekitarnya terkenal. Seawal tahun 150 M, Ptolemy penulis Yunani menyebutkan lima pulau di sebelah barat Sumatera. Mereka dinamakan sebagai "Pulau-pulau Barus" dan Nias adalah pulau yang terbesar. (Kapur barus adalah zat padat berupa lilin yang ditemukan dalam pohon laurel kamper di Sumatera). Dari abad ke-7 dan seterusnya pulau-pulau barat Sumatera dikenal baik oleh pedagang dan pelaut Cina dan Arab. Orang Nias menjual hasil mereka kepada kapal yang melewati sebagai pertukaran ke logam dan tekstil.

800 M ke 1100 M

Penulisan pertama tentang Nias berasal dari Sulayman, seorang pedagang Persia, yang pada tahun 851 M mengunjungi Pulau Nias. Dia melihat bahwa para bangsawan lokal mengenakan banyak perhiasan emas yang indah dan memiliki kegemaran untuk pengayauan. Seorang pemuda yang ingin menikah, harus terlebih dahulu memenggal seorang musuh. Juga dicatat bahwa Pulau Nias memiliki struktur sosial yang kompleks. Pada tahun 1154, Edrisi menulis: "Pulau ini dihuni oleh sejumlah besar suku-suku." Tradisi lisan Nias menyebutkan enam suku yang berbeda dari masa ini, dan yang salah satunya adalah suku Bela, yang keturunannya tinggal di pohon-pohon.

1100 M - 1250 M

Orang India dari Kerajaan Aru mendirikan tambang emas di Padanglawas di Sumatera. Tambang ini menghasilkan banyak emas, dan sejumlah emas itu masuk ke Nias

C. 1350 M

Gelombang imigrasi membawa suku 'Ono Niha' ke Nias sekitar tahun 1350 M. Sebagian besar orang Nias saat ini adalah keturunan dari kelompok etnis ini. Diyakini bahwa mereka tiba melalui Singkuang, sebuah pelabuhan di Sumatera yang menghadapi Pulau Nias. Pemukiman pertama didirikan di Sifalagö Gomo di Nias Selatan. Orang-orang Ono Niha memiliki pengetahuan unggul untuk teknik bangunan dan penggunaan dan pembuatan alat besi. Secara cepat mereka menjadi kelompok yang berpengaruh di daerah ini. Dari Gomo mereka tersebar ke seluruh pulau sampai semua orang Nias menyebut diri mereka sebagai Ono Niha. Seiring dengan permulaan dan masuknya imigran “Niha”, maka berakhir pula penghunian gua Tögi Ndrawa. Tidak diketahui kalau suku tua yang lain di Nias menjadi punah atau berasimilasi dengan Ono Niha.

sejarah_nias_museum_pusaka_nias_4

Gips wajah orang Nias dipamerkan di Museum Rijks, Amsterdam. Mereka dibuat oleh penjelajah Belanda Kleiweg de Zwaan pada tahun 1910 sebagai bagian dari penelitian asal-usul orang Nias.

Tidak jelas dari mana suku Ono Niha berasal. Tapi banyak dari kedatangan pertama di Nias memiliki nama seperti Hia atau Ho, yang juga merupakan nama umum di Cina. Penelitian DNA menemukan, bahwa keturunan mereka ini (”niha“ atau suku ”manusia“) yang sekarang disebut “Ono Niha” (orang Nias) paling dekat dengan Taiwan dan Filipina.

sejarah_nias_museum_pusaka_nias_5

Armada Zheng He di Sumatra.

Tahun 1403 – 1424 dipengaruhi oleh Orang Cina

Pada tahun 1416, tentara Dinasti Ming Cina di bawah komando Laksamana Zheng Ho (Haji Sam Po Bo) merebut wilayah di Sumatera yang berhadapan dengan Pulau Nias. Disitu mereka mendirikan penggergajian kayu dan mendirikan pelabuhan Singkuang yang berarti "Tanah Baru". Pelabuhan Singkuang terletak di sebelah selatan dari lokasi Sibolga(saat sekarang). Koloni Cina di Singkuang menjadi sangat berpengaruh ke Pulau Nias, dan banyak pedagang dari Singkuang akhirnya menetap di Nias.

Tahun 1513 – 1642 dipengaruhi oleh Orang Aceh

Pada tahun 1513, atas perintah dari Sultan Ali Mughayat Syah, Kesultanan Aceh merebut dan menduduki beberapa pelabuhan di pantai barat Sumatera. Kapal dari Aceh juga sering menggerebek Nias, khususnya di utara. Sampai hari ini masih ada beberapa pantai yang dikenal sebagai Pantai Aceh dan dikenang sebagai pantai-pantai di mana perampok mendarat dan menculik orang Nias untuk menggunakannya sebagai budak.

Pada tahun 1642 tujuh buah biduk (perahu layar besar) dari Aceh mendarat di pantai timur Nias. Sejak itu keturunan Polem berada di Nias, antara lain di Desa Mudik, Gunungsitoli

1668 VOC (Verenigde Oostindische Compagnie) Perusahaan Hindia Timur Belanda

sejarah_nias_musuem_pusaka_nias_6

Koin yang dibuat oleh perusahaan VOC untuk digunakan di timur jauh (Indonesia).

Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) sampai di Indonesia pada tahun 1603. Hanya dalam beberapa tahun mereka mendominasi perdagangan di tempat yang sekarang adalah Indonesia. Pada tahun 1668 VOC membuat kontrak dengan bangsawan dan desa-desa di Nias dekat daerah yang sekarang adalah Gunungsitoli dan Kepulauan Hinako di sebelah barat. VOC mendirikan pusat pertamanya di Nias di Gunungsitoli, di mana mereka membangun sebuah pelabuhan dan gudang-gudang. Pada tahun 1740 VOC meninggalkan Nias untuk selama-lamanya karena pengaruh perusahaannya di Asia Tenggara mulai memudar.

1750 perdagangan budak

Budak selalu telah diambil dan ditahan oleh suku-suku Nias. Ketika desa berperang satu sama lain, musuh tawanan disimpan sebagai budak oleh para pemenang. Perampok Aceh juga datang ke Nias untuk menangkap orang yang mereka menjual sebagai budak di tempat lain. Tapi hanya mulai pada tahun 1750, orang-orang Nias sendiri terlibat aktif dalam perdagangan budak. Orang bangsawan Nias mulai menjual musuh-musuh yang telah ditangkap dalam pertukaran untuk emas. Pada waktu itu banyak orang muda Nias dijual ke seberang laut, ke Aceh, Padang, Batavia (Jakarta), Malaysia, Seychelles, Reunion dll. Yang berperan disitu ialah para bangsawan di Nias. Melalui perdagangan budak mereka mengumpulkan kekayaan besar. Kekayaan ini yang digunakan untuk membangun beberapa arsitektur terbaik, patung-patung dan persenjataan di wilayah. Seratus tahun kemudian tercatat bahwa budaya Nias adalah salah satu masyarakat suku yang paling maju di Asia. Pada saat ini, budaya di Nias berputar di sekitar perang-perang, dan sebagian besar upaya dan sumber daya diarahkan ke pertempuran lain atau pembelaan terhadap serangan.

1821 ke 1832 pengaruh dari Eropa

Museum_nias_sejarah6b

Inggris, Stamford Raffles, pendiri Singapura, mendirikan pusat perdagangan di Nias.

Selama waktu yang singkat setelah VOC meninggalkan Nias pada tahun 1776, orang Inggris mengambil alih pos perdagangan di Gunungsitoli. Tetapi segera ditinggalkan karena tidak cukup menguntungkan. Selama beberapa dekade tidak ada orang Eropa di Nias sampai 1821 ketika orang Inggris kembali mencoba untuk membangun diri di Nias. Namun Inggris hanya tinggal sampai 1825 ketika Belanda kembali untuk secara resmi mengambil kendali Nias. Pada saat ini Indonesia dijajah oleh Belanda dan dikenal sebagai Hindia Timur Belanda.

Pastor Vallon dan Pastor Bérard adalah misionaris Gereja Katolik pertama yang datang ke Nias. Vallon meninggal setelah 3 bulan tiba di Nias (1832). Kemudian menyusul Bérard, dan sesudah beberapa hari dia meninggal juga.

1840-1864  Penjajahan Belanda di Nias

Selama puluhan tahun Belanda hanya menguasai ”Rapatgebied,“ wilayah kecil di sekitar kota Gunungsitoli. Meninggalkan daerah ini untuk orang Eropa sangat berbahaya karena sering peperangan antar suku dan pihak pengayau. Pada tahun 1840 Belanda memutuskan untuk mencoba mengambil kendali seluruh pulau. Sejumlah pangkalan didirikan di sekitar pulau untuk peningkatan perdagangan serta kontrol militer di seluruh Nias. Namun kontrol itu terbatas pada benteng pertahanan dan daerah sekitar mereka. Pertempuran sporadis dan perang terus selama beberapa dekade, terutama di selatan. Di selatan juga adalah tempat tinggal beberapa kepala suku yang paling ganas dan paling kuat. Pertempuran besar dengan ribuan prajurit yang bertempur di bukit di belakang Lagundri. Desa Orahili terutama ganas, dan mereka melawan Belanda selama beberapa dekade. Kadang-kadang, benteng pertahanan dan pos perdagangan ditinggalkan saat mereka menjadi terlalu berbahaya dan mahal untuk dijaga. Orang Belanda sering membakar desa-desa sebagai pembalasan atas serangan yang dilakukan.

sejarah_nias_museum_pusaka_nias_6c

Prajurit sengit Nias Selatan berulang kali berjuang dari tentara Belanda.

1843: Gempa Bumi & Tsunami di pantai Timur Nias

Sebuah tsunami menghantam pantai timur Nias terutama mempengaruhi Gunungsitoli dan garis pantai di sebelah selatan kota. Banyak bangunan hancur oleh gempa dan tsunami yang berikutnya. Banyak bangunan Belanda termasuk benteng pertahanannya rusak.

1861: Gempa Bumi & Tsunami di pantai Selatan Nias

Desa Lagundri dan pelabuhannya hancur, termasuk benteng Belanda di mana 16 tentara tewas. Sesudah bencana ini, prajurit dari desa Orahili menyerang benteng Belanda. Karena sebagian besar serbuk mesiu terusak oleh air laut, tentara Belanda tidak bisa melawan dan harus mengungsi, meninggalkan senjata dan perlengkapan di belakang.

1865: Kekristenan

Misionaris Protestan pertama dari Jerman yang bernama E.L. Denninger tiba di Nias pada tahun 1865. Dia secara luas dikreditkan untuk membawa agama Kristen ke Nias. Di tahun-tahun pertama, kemajuannya sangat perlahan karena hampir mustahil untuk bepergian dengan aman dari Gunungsitoli. Butuh sembilan tahun sebelum Ono Niha yang pertama dibaptiskan. Setelah 25 tahun hanya ada 706 mualaf, tetapi agama Kristen telah mendapat kedudukan di pulau. Karena Nias utara adalah daerah pertama yang di bawah perintah jajahan, misionaris mendapat lebih sukses di sana daripada di selatan yang bergolak.

1900 -1914 Penjajahan Belanda secara lengkap

Pada tahun 1900 Belanda mengirim kontingen pasukan besar ke Nias untuk mengamankan wilayah luar dari Gunungsitoli. Kontrol penuh untuk seluruh pulau hanya ditetapkan pada tahun 1914. Salah satu daerah terakhir yang 'ditenangkan' oleh Belanda di seluruh Indonesia.

nias-historical-images-11

In 1914 the warriors of South Nias agreed to stop fighting the Dutch. This was the first time all of Nias Island was under full Dutch control.

Salah satu dampak abadi kolonialisme Belanda adalah pembubaran struktur tradisional desa. Secara tradisional, desa-desa Nias dibangun di puncak-puncak bukit untuk tujuan pertahanan. Penjajah Belanda lalu membangun jaringan jalan di pulau dan memutuskan bahwa masyarakat setempat harus hidup di samping jalan tersebut. Ini memiliki dua tujuan: barang dari daerah-daerah terpencil bisa secara efektif diangkut kembali ke ibukota Gunungsitoli dan tentara Belanda bisa mudah menjangkau desa-desa kalau ada pemberontakan.

1907: Tsunami di Barat Laut Nias

Pulau Wunga di pantai barat laut Nias dilanda oleh tsunami yang sangat kuat. Semua bangunan di situ hancur dan sekitar 100 orang meninggal di pulau itu.

1916 : Pertobatan Massal [Fangesa Sebua]

Setelah Belanda menenangkan situasi seluruh Pulau Nias dan akses jalan ditingkatkan, misionaris bisa mencapai semua wilayah pulau. Jumlah orang yang mualaf ke kekristenan mulai perlahan-lahan meningkat. 1916 melihat lompatan besar dalam mualaf karena suatu peristiwa yang tidak biasa dikenal sebagai “Pertobatan Besar” (Fangesa sebua). Pertobatan Besar itu adalah gerakan konversi massal yang dimulai di desa Helefanikha, Idanoi, dekat Gunungsitoli dan kemudian tersebar secara cepat ke seluruh pulau. Penggerak utama di balik gerakan ini bukan orang misionaris tetapi mualaf lokal. Selama awalnya semangat keagamaan banyak praktek-praktek tradisional dilarang. Cukup dimengerti, pengayauan dan perbudakan dilarang. Tetapi aspek lain dari budaya Nias seperti pengibaran megalith dan ukiran patung kayu juga dilarang.

sejarah_nias_museum_pusaka_nias_8

Kebaktian di gereja 'Rijnsche Zending' di Gunungsitoli.

1942 – 1945: Pendudukan Jepang di Indonesia

Selama Perang Dunia II, Jepang menduduki Indonesia yang pada saat itu dikenal sebagai Hindia Belanda. Pada bulan April 1942 Belanda menyerah dan tidak lama setelah itu, Jepang tiba di Nias. Sebelum pendudukan itu, terjadi kejadian tragis di Nias. Pada perjangkitan perang, Belanda telah menginternir semua orang Jerman yang ada di Indonesia. Ketika Jepang mendekati, Belanda mencoba untuk mengirim tawanan ke India di atas kapal kapal dagang "Van Imhoff". Dekat ke Nias Selatan, kapal itu diserang oleh pesawat Jepang. 412 warga sipil Jerman tewas dalam tragedi ini.

sejarah_nias_museum_pusaka_nias_9

"Gua Jepang" - salah satu dari beberapa bunker di Toyolawa, Nias Utara.

Awalnya, sebagian orang-orang Nias menyambut Jepang sebagai pembebas dari penguasa penjajah Belanda mereka. Perasaan ini berubah ketika orang-orang di Nias dipaksa bertahan banyak kesulitan untuk mendukung upaya perang Jepang. Dalam persiapan untuk invasi sekutu, Bunker dan benteng dibangun di sekitar pulau. Hari ini beberapa bunker ini masih dapat dilihat; di sekitar Gunungsitoli dan juga di Nias Utara dan Selatan. Pada bulan Agustus 1945 Jepang menyerah, tetapi butuh beberapa minggu sebelum berita, bahwa perang telah berakhir, mencapai pulau..

1975: Kepariwisataan

Sejak tahun 1930-an kapal-kapal pesiar kecil telah secara teratur mengunjungi Nias. Mereka biasanya berhenti di selatan dan mengunjungi desa-desa tradisional. Desa-desa setempat kadang-kadang juga melakukan pertunjukan untuk pengunjung yang datang. Ini adalah pariwisata pertama di Nias, tetapi itu terbatas pada beberapa kunjungan per tahun. Di tahun 1970-an, Kapal Prinsendam dari "Holland America Line" dari bulan Oktober sampai bulan Maret setiap tahun datang ke Telukdalam, setiap sabtu kedua, membawa banyak wisatawan. Tetapi kunjungan datang hanya beberapa jam saja.

sejarah_nias_pertama_wisatawan

Peselancar pertama tinggal di pondok ini.

Pariwisata nyata dimulai pada tahun 1975 ketika tiga peselancar Australia datang ke Pantai Lagundri di Nias selatan mencari gelombang. Di Sorake mereka menemukan salah satu gelombang selancar yang terbaik, dan paling konsisten di dunia. Sejak tahun 1980-an Pantai Sorake telah menjadi tujuan selancar terkenal. Namun karena keterpencilan pulau dan kurangnya infrastruktur, pariwisata tidak pernah benar-benar dikembangkan selain dari menjadi tujuan bagi peselancar yang paling ekstrim.

10 November 1995

Diletakkan Batu Pertama Pembangunan Museum Pusaka Nias di Gunungsitoli.

sejarah_nias_museum_pusaka_nias-10

Peletakan batu pertama oleh Pastor Johannes.

2004: Tsunami di Aceh dan Nias

Tsunami melanda Pulau Nias pada 26 Desember 2004. Pantai barat menanggung beban kehancuran dengan 118 korban jiwa, dan semua masyarakat pesisir terkena dampak. Banyak perahu di sepanjang pantai dihanyutkan ke laut dan rumah dibanjiri oleh air laut.

2005: 2005: Gempa Bumi di Nias

Pada tanggal 28 Maret 2005, sebuah gempa bumi dengan kekuatan 8,5 melanda di Pulau Nias. Banyak bangunan runtuh yang mengakibatkan lebih dari 900 orang tewas dan ribuan terluka. Infrastruktur di pulau rusak parah dan banyak masyarakat menghadapi keterpencilan.

sejarah_nias_museum_pusaka_nias_11

Rumah-rumah hancur di pusat kota Gunungsitoli setalah gempa 28 Maret 2005.

Terlepas dari hilangnya nyawa dan kehancuran, gempa juga mengubah lanskap pulau. Karena tanahnya terangkat akibat gempa, seluruh pulau miring pada sisinya. Ada catatan bahwa tanah terangkat hingga 2,9 meter di sudut barat laut pulau. Hal ini menyebabkan perubahan dramatis ke garis pantai; pulau-pulau meningkat hingga sepuluh kali dalam ukuran dan pulau-pulau baru muncul di mana sebelumnya tidak ada.

2005 – 2010: Membangun kembali Nias

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Anak-anak di tenda sekolah sementara setelah gempa.

Pada akhir tahun 2005 setelah selesai operasi penyelamatan, tahap rekonstruksi mulai. Diantara tahun 2005 dan tahun 2010 banyak organisasi internasional dan organisasi Indonesia masuk ke dalam upaya besar untuk membangun kembali Nias. Periode ini kadang-kadang disebut 'era LSM' di Nias. Organisasi seperti Palang Merah, UNICEF, OXFAM, ILO, AUSAID dan Caritas (dan banyak lagi) mengirim staf untuk membantu membangun kembali Nias. Selain dari beberapa misionaris, ini adalah pertama kalinya orang asing telah bekerja di Pulau Nias sejak kepergian orang Belanda. Dana dan bantuan teknis mengalir ke Nias dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya. Museum bekerja sama dengan komunitas pembangunan selama waktu ini, terutama dalam rehabilitasi ratusan rumah tradisional dan situs budaya.

Nias_kabupaten_2009

2008 – 2009: Desentralisasi

During a natSelama gerakkan nasional otonomi daerah yang lebih besar di Indonesia, diputuskan untuk membagi administrasi Pulau Nias menjadi empat kabupaten dan satu kota. Kabupaten-kabupaten baru diresmikan antara tahun 2008 dan 2009. Ini berarti bahwa banyak keputusan akan dibuat oleh pemerintah daerah dan tidak lagi dari pemerintah pusat di Jakarta.

Nias hari ini

Sebagai hasil dari upaya besar untuk membangun kembali Nias, infrastruktur pada hari ini lebih baik daripada yang pernah ada sebelum gempa. Salah satu sudut yang paling terpencil di Indonesia sekarang sudah terhubung dengan seluruh negara. Sementara masih dianggap terpencil, sekarang mudah untuk melakukan perjalanan ke Nias. Dan sebagian besar pulau dapat ditempuh secara relatif mudah. Banyak aspek kehidupan seperti kesehatan dan pendidikan secara perlahan bertambah baik. Kegiatan ekonomi seperti pariwisata sedang mengalami peningkatan.

sejarah_nias_museum_pusaka_nias-13

Kelompok tari budaya di Museum Pusaka Nias di Gunungsitoli.

Di antara masyarakat ada peningkatan minat dalam warisan budaya Pulau Nias dan pentingnya melindungi itu untuk generasi ke masa depan.


Gambar Sejarah

nias-historical-images-link-indoSilahkan kunjungi Galeri foto kami dengan gambar dari Sejarah Nias

first-map-of-nias-wSalah satu peta pertama yang diketahui dari Nias dengan Gravehage di 1669

tardei-map-1810-wPeta awal lain dari Nias oleh Bellin tahun 1750

greenleaf-1842-wPeta Nias oleh Greenleaf pada tahun 1842

Orang Nias dari Duluh

 museum_pusaka_nias_orang_wajah_sejarah-2  museum_pusaka_nias_orang_wajah_sejarah-27 museum_pusaka_nias_orang_wajah_sejarah-23 museum_pusaka_nias_orang_wajah_sejarah-25 museum_pusaka_nias_orang_wajah_sejarah-20 
museum_pusaka_nias_orang_wajah_sejarah-30 museum_pusaka_nias_orang_wajah_sejarah-24 museum_pusaka_nias_orang_wajah_sejarah-17 museum_pusaka_nias_orang_wajah_sejarah-35   museum_pusaka_nias_orang_wajah_sejarah-1 museum_pusaka_nias_orang_wajah_sejarah-26      museum_pusaka_nias_orang_wajah_sejarah-13  museum_pusaka_nias_orang_wajah_sejarah-15 museum_pusaka_nias_orang_wajah_sejarah-18 museum_pusaka_nias_orang_wajah_sejarah-16 museum_pusaka_nias_orang_wajah_sejarah-12 museum_pusaka_nias_orang_wajah_sejarah-19 museum_pusaka_nias_orang_wajah_sejarah-3 museum_pusaka_nias_orang_wajah_sejarah-5  OLYMPUS DIGITAL CAMERA     museum_pusaka_nias_orang_wajah_sejarah-6 museum_pusaka_nias_orang_wajah_sejarah-28 museum_pusaka_nias_orang_wajah_sejarah-8 
museum_pusaka_nias_orang_wajah_sejarah-11 museum_pusaka_nias_orang_wajah_sejarah-10  museum_pusaka_nias_orang_wajah_sejarah-7    OLYMPUS DIGITAL CAMERA museum_pusaka_nias_orang_wajah_sejarah-14  museum_pusaka_nias_orang_wajah_sejarah-31  OLYMPUS DIGITAL CAMERA     
museum_pusaka_nias_orang_wajah_sejarah-29   museum_pusaka_nias_orang_wajah_sejarah-4

 

 

© Yayasan Pusaka Nias 2017. Designed & Edited by Björn Svensson & Shanti Fowler